Si Anak Badai - Tere Liye |
- Identitas Buku
Penulis : Tere Liye
Penerbit :Republika Penerbit
Tahun terbit : 2019
Ketebalan buku : 322 halaman, 21cm
ISBN : 978-602-5734-93-9
Genre : novel fiksi penunjang kepustakaan (SU)
Harga : Rp 70.000,00
- Tentang Penulis
Tere Liye
dengan nama aslinya Darwis, adalah salah satu penulis paling produktif
di Indonesia. Lahir dan besar di Lahat, Sumatera. Karyanya banyak di
kenal masyarakat, bahkan beberapa telah di filmkan. Novel-novelnya
selalu menjadi bagian buku-buku best seller dan telah menerbitkan lebih
dari 30 novel.
- Sekilas Tentang Novel Si Anak Badai
"Badai kembali membungkus kampung kami. Kali ini aku mendongak, menatap jutaan tetes air hujan dengan riang. Inilah kami, Si Anak Badai. Tekad kami sebesar badai. Tidak pernah kenal kata menyerah."
Seperti kutipan di atas, buku ini menceritakan sekumpulan anak-anak yang dijuluki Si Anak Badai yang hidup dan tumbuh ditemani suara aliran sungai, riak permukaan muara, dan deru ombak lautan. Mereka hidup damai di kampung Manowa hingga badai besar yang dibawa Sang Perompak datang menyerbu kampung. Badai sebenarnya yang akan meratakan rumah-rumah penduduk, yaitu proyek pelabuhan besar. Si Anak Badai yang penuh tekad dan keberanian berusaha mempertahankan apa yang menjadi milik mereka.
- Nilai Moral
Novel
ini berkisah tentang kehidupan penduduk muara sungai yang jauh dari
modernisasi, bahkan bisa di bilang tertinggal. Namun meski terpencil,
penduduknya hidup damai dan tentram dengan nilai-nilai dan tradisi masih
tertanam erat di kampung Manowa ini. Berikut beberapa hal yang bisa kita
ambil nilai positifnya dari kehidupan masyarakat Manowa:
Mandiri
Saya sangat suka dengan dengan konsep penulis yang menanamkan kemandirian sejak dini. Penulis tidak pernah lupa menyisipkan pesan-pesan di setiap novelnya, seperti kali ini yang menceritakan anak-anak Manowa suka mencari uang tambahan dengan berenang dan mencari koin dari kapal penumpang setiap minggu, atau memancing dan menjual ikan di pasar.
Gemar Membantu Orang Tua
Seperti yang diceritakan di bab 2 dengan judul 'Membantu mamak', di rumah, Za dan adik-adiknya juga membantu orang tua mengerjakan pekerjaan rumah, memasak, mencuci piring, membantu mamak mengukur baju ke rumah-rumah pelanggan, sesuatu yang sudah jarang ditemukan pada anak-anak perkotaan.
Bertanggung jawab
Ketika Za dan Fatah membantu mamak mengukur baju Wak Sidik, ada kesalahan yang mereka lakukan, mereka salah ukur sehingga mereka harus mengukur ulang. Berangkatlah mereka ke rumah Wak Sidik, malangnya yang dicari tidak ada di rumah melainkan di kantor kecamatan. Karena rasa tanggung jawab yang mereka punya, mereka menyusul Wak Sidik ke kantor kecamatan dengan jalan kaki di tengah terik matahari dengan jarak 3 kilometer.
Setia Kawan
Di suatu bab di ceritakan bahwa Malim ingin berhenti sekolah dan mencari uang saja. Tentu saja teman-temannya tidak tinggal diam dengan keputusan Malim, ditambah ujian kelulusan sudah dekat. Bu guru yang setiap hari datang ke rumah Malin untuk membujuk Malim bersekolah kembali akhirnya putus asa. Tetapi Za dan teman-temannya tetap keras kepala membujuk Malim. Mereka datang ke bale setiap hari sepulang sekolah, tempat Malim mencari koin dari kapal penumpang, dan membujuknya untuk kembali sekolah. Meskipun Malim menolak, sempat juga Malim membuat temannya tercebur ke sungai dan membuat buku pelajarannya basah, mereka tetap bersikukuh membujuknya.
Jembatan kayu penghubung masjid dengan kampung roboh ketika warga sedang solat subuh, untuk itu warga satu kampung gotong royong memperbaiki jembatan. Ibu-ibu ikut menyiapkan santapan, anak-anak juga membantu sebisa mereka apapun di kerjakan.
Pantang Menyerah
Ketika warga kampung terlihat pasrah dengan penggusuran kampung mereka, bahkan Pak Kapten yang paling vokal menentangpun di tangkap, anak-anak kampung Manowa tidak tinggal diam. Za dan teman-temannya menyusun rencana menggagalkan pembangunan pelabuhan itu. Walaupun beberapa kali gagal tapi mereka pantang menyerah dan terus mencoba. Hingga akhirnya mereka menemukan bukti yang tak terbantahkan bahwa kampung Manowa tidak layak untuk dijadikan pelabuhan besar.
Mandiri
Saya sangat suka dengan dengan konsep penulis yang menanamkan kemandirian sejak dini. Penulis tidak pernah lupa menyisipkan pesan-pesan di setiap novelnya, seperti kali ini yang menceritakan anak-anak Manowa suka mencari uang tambahan dengan berenang dan mencari koin dari kapal penumpang setiap minggu, atau memancing dan menjual ikan di pasar.
Gemar Membantu Orang Tua
Seperti yang diceritakan di bab 2 dengan judul 'Membantu mamak', di rumah, Za dan adik-adiknya juga membantu orang tua mengerjakan pekerjaan rumah, memasak, mencuci piring, membantu mamak mengukur baju ke rumah-rumah pelanggan, sesuatu yang sudah jarang ditemukan pada anak-anak perkotaan.
Bertanggung jawab
Ketika Za dan Fatah membantu mamak mengukur baju Wak Sidik, ada kesalahan yang mereka lakukan, mereka salah ukur sehingga mereka harus mengukur ulang. Berangkatlah mereka ke rumah Wak Sidik, malangnya yang dicari tidak ada di rumah melainkan di kantor kecamatan. Karena rasa tanggung jawab yang mereka punya, mereka menyusul Wak Sidik ke kantor kecamatan dengan jalan kaki di tengah terik matahari dengan jarak 3 kilometer.
"Mamak menyuruh kita bertanggung jawab. Aku tidak mau pulang sebelum urusan ini selesai. Bisa panjang urusannya. Kita bisa di hukum tidur di teras rumah. Kalau kau tidak mau ikut, biar aku saja."- halaman 43
Setia Kawan
Di suatu bab di ceritakan bahwa Malim ingin berhenti sekolah dan mencari uang saja. Tentu saja teman-temannya tidak tinggal diam dengan keputusan Malim, ditambah ujian kelulusan sudah dekat. Bu guru yang setiap hari datang ke rumah Malin untuk membujuk Malim bersekolah kembali akhirnya putus asa. Tetapi Za dan teman-temannya tetap keras kepala membujuk Malim. Mereka datang ke bale setiap hari sepulang sekolah, tempat Malim mencari koin dari kapal penumpang, dan membujuknya untuk kembali sekolah. Meskipun Malim menolak, sempat juga Malim membuat temannya tercebur ke sungai dan membuat buku pelajarannya basah, mereka tetap bersikukuh membujuknya.
"Kami kawan kau, Lim. Kami tidak akan menyerah semudah yang kau kira. Kau harus kembali sekolah, Tenang saja, besok-besok, aku percaya kau bisa menjadi saudagar besar."Gotong Royong
Jembatan kayu penghubung masjid dengan kampung roboh ketika warga sedang solat subuh, untuk itu warga satu kampung gotong royong memperbaiki jembatan. Ibu-ibu ikut menyiapkan santapan, anak-anak juga membantu sebisa mereka apapun di kerjakan.
Pantang Menyerah
Ketika warga kampung terlihat pasrah dengan penggusuran kampung mereka, bahkan Pak Kapten yang paling vokal menentangpun di tangkap, anak-anak kampung Manowa tidak tinggal diam. Za dan teman-temannya menyusun rencana menggagalkan pembangunan pelabuhan itu. Walaupun beberapa kali gagal tapi mereka pantang menyerah dan terus mencoba. Hingga akhirnya mereka menemukan bukti yang tak terbantahkan bahwa kampung Manowa tidak layak untuk dijadikan pelabuhan besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar