|
Soekarno Jiwa Indonesia yang terus menyala - Djoko Pitono HP |
"Pemerintah (Soeharto) itu pinter, membuat saya seperti ikan dalam aquarium tanpa air, lambat laun akan mati." - Bung Karno seperti dikutip Ny. Hartini
Judul : Soekarno Jiwa Indonesia yang Terus Menyala
Penyusun : Djoko Pitono HP
Penerbit : Ecosystem Publishing
Tahun terbit : 2019
Ketebalan buku : 339 halaman
ISBN : 978-623-7014-00-3
Genre : social sciences
Harga P. Jawa : Rp.57.000,00
Djoko Pitono HP dilahirkan di Blora, Jawa Tengah, pada 25 Desember 1953. Menempuh pendidikan di Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris IKIP Surabaya (kini Universitas Negeri Surabaya), ia lulus Sarjana Muda pada 1980 dan Sarjana pada 1987. Pernah beberapa tahun mengajar bahasa Inggris termasuk di almamaternya, ayah dari empat anak ini lebih banyak bergelut dalam dunia jurnalistik dan perbukuan. Mulai menulis pada 1979 di surat kabar berbahasa Inggris: The Jakarta Times (Jakarta), pada 1980 ia menjadi wartawan Mingguan Memorandum, Harian Memorandum sebagai Redaktur Pelaksana. Dari 1986 hingga 2002, ia adalah redaktur Internasional Harian Sore Surabaya Post. Sempat melanjutkan karirnya sebagai redaktur di Harian Business Surabaya, Ekonomi Bisnis, dan Radar Surabaya, ia sekarang menjadi kolomnis di koran-koran lokal dan nasional.
Djoko juga dikenal sebagai promoter perbukuan, rajin mendorong kawan-kawan dan orang-orang yang dikenalnya agar menulis serta menerbitkan tulisan-tulisannya.
Buku ini adalah salah satu dari ratusan buku tentang Bung Karno. Berisi 24 tulisan Sdr. Djoko Pitono, yang tulisannya pernah dimuat Harian Sore Surabaya Post. Buku ini disusun dengan mengabaikan tema tertentu, masing-masing judulnya bisa dinikmati sendiri, tanpa terkait dengan tulisan yang lain. Ke-24 judul itu ialah:
1. Soekarno, dimana Tempatnya Sekarang?
2. Kartika Mencari Bapaknya
3. Bangkitkan Rakyat dengan Ramalan Jayabaya
4. Bermodal Lidah Tajam, Persatukan Bangsa
5. Bung Karno Merebut Hati Amerika
6. 26 Gelar Doctor HC bagi Bung Karno
7. Bung Karno Senang Memberi Nama Baru
8. Terpesona pada Amerika
9. Akui Sebagai Pecinta Wanita
10. Soekarno dan Soeharto dalam teropong Cornell Paper
11. Mereka Kembali Merindukan Bung Karno
12. Lukisan Perwakilan Sang Ndoro dan Sarinem
13. Menyembunyikan Bung Karno Semalam di Surabaya
14. Ratna Sari Dewi, istri Sumber Inspirasi
15. Jadikan Buku Sebagai Teman
16. Menjadi Guru Bahasa
17. Presiden Paling Melarat
18. Memajukan Olahraga, Membangun Semangat Bangsa
19. Sumber Tulisan yang Tak Pernah Kering
20. Soekarno, Soeharto, dan Magisme Jawa
21. Bung Karno, buku, dan Lidahnya
22. Kisah tentang Bung Karno Tak Pernah Basi
23. Surat Terbuka Ny. Dewi Soekarno Kepada Jendral Soeharto
24. Soekarno
Dari 24 judul ada beberapa judul yang sangat menarik dan membekas di hati saya, yaitu Kartika Mencari Bapaknya dan Menyembunyikan Bung Karno Semalam di Surabaya.
Dalam judul Kartika Mencari Bapaknya, diuraikan bahwa Kartika telah berpisah dengan bapaknya saat ia masih kecil. Sang anak yang hanya sekali bertemu bapaknya saat sudah sekarat itu bertekad menulis buku tentang ayahnya dan sedang mengumpulkan bahan-bahan serta wawancara.
Dalam sebuah wawancaranya dengan narasumber, Kartika menanyakan bagaimana sosok bapaknya, apakah ia seorang Marxist atau seorang komunis, dan menanyakan bagaimana peristiwa G30S terjadi, tentang orang-orang yang dekat dengan bapaknya. Pendek kata Kartika menggali informasi mengenai Bung Karno yang tidak pernah dikenalnya, hal yang sebenarnya agak miris.
Sedangkan judul Menyembunyikan Bung Karno Semalam di Surabaya tergolong unik karena kisah ini tidak banyak diketahui kalayak umum. Kala itu Bung Karno dan rombongan sdekitar 60-80 orang terbang dari Jakarta ke Bali, karena pesawat tak bisa mendarat di denpasar dan harus dilakukan pendaratan darurat di Surabaya. Hal itu membuat Moh Said, perwira intel Kodam Brawijaya dibuat pusing. Pasalnya lapangan terbang kala itu sudah tutup, sebagian besar petugas sudah pulang. said dengan petugas yang seadanya bagi-bagi tugas melakukan pendaratan. Karena rombongan yang datang berjumlah besar, Said juga kesulitan mencarikan penginapan dan tidak mungkin juga menyuruh Soekarno untuk menunggu lama. Akan tetapi ia tidak kekurangan akal. Sambil menunggu untuk mencarikan penginapan, Said mengajak Bung Karno dan rombongan untuk menonton bioskop, dengan waktu yang ada selama 2 jam itu ia gunakan untuk memesan penginapan. Uniknya, saat menuju ke bioskop Bung Karno dan rombongan berjalan kaki ke lokasi bahkan warga tidak ada yang mengenali.
Karena ditulis tanpa menggunakan tema, bagi pembaca seperti saya yang terbiasa terstruktur, buku ini sedikit membingungkan. Banyak topik yang diulang-ulang seperti Soekarno dan para wanitanya dan G30S di beberapa judul selalu muncul. Akan tetapi di luar hal itu buku ini merupakan bacaan yang bisa dibaca sambil santai dan minum kopi, buku yang ringan dan cukup menarik.